Posted by: Akhmad KHUSYAIRI | March 23, 2011

Mengenal System Pendingin PLTN Fukushima

Meskipun suatu reactor nuklir telah shut down, reactor nuklir masih menghasilkan panas dalam jumlah kecil yang berasal dari peluruhan produk fisi bukan dari hasil reaksi fisi/reaksi pembelahan bahan bakar nuklir. Produk fisi merupakan hasil dari pembelahan bahan bakar nuklir yang terdapat dalam teras reactor. Untuk menjadi stabil, produk fisi mengalami peluruhan untuk menjadi isotop stabil serta menghasilkan energy.

Oleh karena itu, setelah reactor shut down, masih diperlukan proses pendinginan. Pada reactor nuklir Fukushima I unit 2 dan 3, panas peluruhan (decay heat) yang dihasilkan berkisar antara 5-6 % dari daya thermal penuh ketika reactor beroperasi, Untuk reactor Fukushima I unit 2 dan 3, panas peluruhan yang dihasilkan sekitar 140 Mw thermal.
Panas peluruhan (decay heat) akan mencapai kondisi dimana panas yang dihasilkan masuk dalam kategori rendah/dingin setelah didinginkan selama beberapa hari setelah reactor shut down. Bahan bakar nuklir bekas memerlukan waktu 1-3 tahun didalam kolam penyimpanan bahan bakar bekas untuk mencapai suhu yang cukup “dingin” untuk selanjutnya dapat dipindahkan dan disimpan dalam tangki (cask) penyimpanan kering.
Reaktor BWR yang digunakan pada PLTN Fukushima I, memiliki turbin uap yang bisa digunakan untuk menggerakkan atau mengaktivkan ECCS (Emergency Core Cooling System), turbin uap ini mendapatkan pasokan uap yang berasal dari uap yang dihasilkan dari reactor dalam kondisi shut down dimana reactor masih mampu menghasilkan uap. ECCS dapat langsung menginjeksikan air kedalam tangki reactor secara langsung.
System ini mampu menurunkan tingkat ketergantungan system keselamatan darurat terhadap genset darurat, namun demikian hal ini hal ini hanya bisa beroperasi selama reactor mampu memproduksi uap dalam kondisi selamat dan masih diperlukan pasokan listri untuk mengoperasikan katub dan system pemantauan.

Tanki Reaktor BWR Dalam kondisi reactor padam, panas peluruhan (decay heat) yang dilepaskan bahan bakar nuklir biasanya dibuang dengan cara mensirkulasikan air melalui system tersebut. System pompa air bertekanan tinggi digunakan untuk memompakan air yang digunakan untuk membuang panas tersebut melalui tangki reactor dan masuk kedalam penukar panas (heat exchanger). Air laut digunakan untuk system sekunder. Air laut dipompa masuk kedalam penukar panas (heat exchanger) yang kemudian dilepaskan dan didispersikan ke laut.
System ini disebut dengan system pembuangan panas sisa secara normal untuk pembuangan panas peluruhan (decay heat) selama reactor shut down sesuai dengan yang telah direncanakan, atau ECCS untuk pendinginan teras setelah terjadi kecelakaan. Kedua system tersebut bisa merupakan system yang sama atau bagi pakai (sharing) system pompa, katub, penukar panas, dll. Sedangkan pompa dan generator digerakkan secara lansung oleh motor diesel yang tersedia untuk kondisi darurat.

Venting dilakukan dengan tujuan untuk mendinginkan dan menurunkan tekanan dalam tanki reactor, venting dilakukan dengan cara membuka release valve untuk beberapa saat, disamping upaya pemulihan system terus berlangsung. Akibat dilakukannya venting maka terjadilah penurunan air pendingin dalam tangki reactor hingga pada level dimana terdapat sebagian bahan bakar tidak terendam air, hal ini mengakibatkan terjadinya overheated dan mengakibatkan kerusakan sebagian pada batang bahan bakar nuklir.

Pada reactor Fukushima I, setelah beberapa hari reactor shut down, masih dihasilkan panas peluruhan (decay heat) sebesar 7Mw thermal, dimana daya sebesar ini mampu mendidihkan air sebanyak 200-300 ton per hari, oleh karena itu masih diperlukan air untuk pendinginan.

Salam,

AK


Responses

  1. Pak Akhmad apakah air yng digunakan untuk pendinginan yng diambil dari air laut itu dialirkan lagi ke laut klo sudah panas dan diganti lagi dengan air laut yg baru ? dan klo begitu apakah air laut di sekitar reaktor tidak tercemar ?
    trims atas jawabannya.

    salam

    • Terimakasih atas komennya Pak Aris,

      Umumnya reaktor nuklir memiliki minimal 2 loop aliran pendingin. Pada type BWR ini, pada loop primer air didihkan hingga menjadi uap yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin, dan setelah dikondensasi air ini kembali dimasukkan kedalam reaktor. Pada proses kondensasi uap air didinginkan dengan loop sekunder agar kembali menjadi air.

      Pada kondisi normal, umumnya air yang menjadi panas pada loop sekunder akan didinginkan dengan cara disemprotkan didalam cerobong asap. Namun dalam kondisi pasca tsunami, diduga pompa pendingin loop sekunder mengalami kegagalan, sehingga air laut disirkulasikan kedalam pendingin/loop sekunder.

      Pada prinsipnya air pada loop primer bersinggungan langsung dengan kelongsong bahan bakar dan terkena radiasi dari bahan bakar, dimungkinkan air yang berinteraksi langsung dengan bahan bakar mengalami aktivasi sehingga berubah menjadi radiokativ. sedangkan loop sekunder tidak bersinggungan langsung dengan kelongsong bahan bakar dan idealnya tidak mengalami aktivasi sehingga tidak menjadi radioaktiv, namun terjadi pertukaran panas dari panas yang dibawa oleh air pada loop primer melalui sistem penukar panas ke air pada loop sekunder.

      Hingga saat ini saya kurang memahami bagaimana mekanisme terjadinya peningkatan paparan radiasi yang diberitakan media.

    • Terimakasih atas komennya Pak Aris,

      Umumnya reaktor nuklir memiliki minimal 2 loop aliran pendingin. Pada type BWR ini, pada loop primer air didihkan hingga menjadi uap yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin, dan setelah dikondensasi air ini kembali dimasukkan kedalam reaktor. Pada proses kondensasi uap air didinginkan dengan loop sekunder agar kembali menjadi air.

      Pada kondisi normal, umumnya air yang menjadi panas pada loop sekunder akan didinginkan dengan cara disemprotkan didalam cerobong asap. Namun dalam kondisi pasca tsunami, diduga pompa pendingin loop sekunder mengalami kegagalan, sehingga air laut disirkulasikan kedalam pendingin/loop sekunder.

      Pada prinsipnya air pada loop primer bersinggungan langsung dengan kelongsong bahan bakar dan terkena radiasi dari bahan bakar, dimungkinkan air yang berinteraksi langsung dengan bahan bakar mengalami aktivasi sehingga berubah menjadi radiokativ. sedangkan loop sekunder tidak bersinggungan langsung dengan kelongsong bahan bakar dan idealnya tidak mengalami aktivasi sehingga tidak menjadi radioaktiv, namun terjadi pertukaran panas dari panas yang dibawa oleh air pada loop primer melalui sistem penukar panas ke air pada loop sekunder.

      Terkait dengan kejadian di Fukushima, hingga saat ini saya kurang memahami bagaimana mekanisme terjadinya peningkatan paparan radiasi yang diberitakan media.

  2. mending di tambahkan gambar, bagi kami orang awam yg biasa ngurusi rotan tdk paham pak


Leave a comment

Categories